LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
LANDASAN
FILOSOFIS
Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani kuno, yaitu philosophia (philore = cinta, senang, suka, dan shopia=
kebaiikan atau kebenaran). Menurut asal katanya, filsafat berarti
cinta akan kebenaran. Orang yang berfilsafat adalah orang yang senang akan
kebenaran. Orang yang ahli dalam berfilsafat disebut philosopher
(Inggris), failasuf (Arab), dan filsuf (Indonesia). Dengan demikian,
filsuf adalah orang yang cinta akan kebenaran, berusaha untuk mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Filsuf
juga mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara sebab dan akibat
serta melakukan penafsiaran atas pengalaman-pengalaman manusia. Berpikir filsafat
berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Menyeluruh mengandung arti bahwa
filsafat bukan hanya sekadar pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang
dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti
filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan
hokum-hukum yang ada. Logis berarti proses berpikir filsafat menggunakan logika
dengan sedalam-dalamnya. Radikal (radic = akar) berarti berpikir sampai ke
akar-akarnya.
Meskipun demikian, kebenaran
filsafat adalah kebenaran relatif. Artinya, kebenaran itu selalau mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. kebenaran
itu dianggap benar jikan sesuai dengan ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar
oleh masyarakat belum tentu dianggap benar oleh masyarakat lain meskipun dalam
kurun waktu yang sama. Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang bergantung
sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Menurut Plato dan Aristoteles,
pernyataan yang dianggap benar itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan sebelumnya. Artinya, kebenaran berfungsi sebagai ukuran antara suatu
peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Jika cocok berarti benar, dan
jika tidak cocok berarti tidak diterima sebagai kebenaran.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yanh timbul dalam berbagai bidang kehidupan
manusia.jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh, sistematis,
logis, dna radikal. Jawaban itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah
kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Adapun filsafat yang khusus
digunakan atau diterapkan dalam bidang pendidikan disebut filsafat pendidikan.
Menururt John Dewey, pendidikan
adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke
arah tabiat manusia. Dengan demikian, objek pendidikan yang paling utama adalah
manusia. objek filsafat juga adalah manusia. Persamaan objek ini menimbulkan
pemikran dan disiplin ilmu yang baru yaitu filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan
aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia
dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan.
Filsafat juga diartikan sebagai
teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tentang pendidikan.
Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luaas, maka filsafat
pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan
pendidikan.
Para ahli filsafat membagi ruang
lingkup filsafat berbeda-beda. Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu
lapangan pemikiran manusia yang amat luas, segala sesuatu yang mungkin ada dan
benar-benar nyata (terlihat), baik material konkret maupun nonmaterial abstrak
(tak terlihat). Jadi objek filsafat itu tidak terbatas.
Will Durant dan Hamdani ali (1990)
membagi ruang lingkup filsafat sebagai berikut:
1.
Logika, yaitu
studi tentang metode-metode ideal mengenai berpikir (thinking) dan
meneliti (research) dalam melakukan observasi, introspeksi, deduksi dan
induksi, hipotesis dan analisis, dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk
aktivitas amnesia melalui upaya logika agar bias dipahami.
2.
Estetika, yaitu
studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan
merupakan filsafat mengenai kesenian.
3.
Etika, yaitu
studi tentang tingkah laku nyang terpuji dan dianggap sebagai ilmu pengertahuan
yang nilainya tinggi (sophisticated). Soctrates mengatakan etika sebagi
pengetahuan tentang baik, buruk, jahat, dan kebijaksaan hidup.
4.
Politik, yaitu
studi tentang organisasi social uatama, seperti monarko, aristokrasi,
demokrasi, sosialisme, markisme, sebagai ekspresi actual filsafat politik.
5.
Metafisika,
yaitu studi realita tertinggi dari hakikat semua benda, nyata dari benda
(ontologi) dan dari akal pikiran manusia. metafisika juga mempelajari antara
pikiran seseoarng dan benda di dalamproses pengamatan dan pengetahuan
(epistemologi).
Secara umum, ruang lingkup filsafat
adalah semua permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya.
Hal ini juga merupakan objek filsafat pendidikan. Sedangkan khusus, ruang
lingkup filsafat pendidikan meliputi:
a.
Hakikat
pendidikan.
b.
Hakikat
manusia.
c.
Hubungan antara
filsafat, manusia, pendidikan, agama dan kebudayaan.
d.
Hubungan antara
filsafat, filsafat pendidikan,dan teori pendidikan.
e.
Hubungan antara
filsafat negara, filsafat pendidikan, dan sistem pendidikan.
f.
Sistem
nilai-norma atau moral pendidikan yang merupakan tujaun pendidikan.
Dengan demikian, ruang lingkup
filsafat pendidikan adalah semua upaya amnesia untuk memahami hakikat
pendidikan, bagaimana melaksanakan pendidikan, dan bagaimana upaya mencapai
tujuan pendidikan.
Ilmu dan filsafat mrupakan dua hal
yang berbeda, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat, saling mengisi, dan
saling melengkapi. Tabel di bawah ini akan memperjelas bagaimana perbedaan
antara ilmu dan filsafat.
Aspek-aspek
|
Ilmu
|
Filsafat
|
Tujuan
|
Mengetahui sebab akibat
|
Komprehensif dan ideal
|
Pendekatan
|
Deskriptif-analitik
|
Tidak terikat ruang dan waktu
|
Sifat kajian
|
- objektif
|
|
- apa yang terjadi
|
- subjektif
|
|
- apa yang seharusnya terjadi
|
||
Kebenaran
|
Positif
|
Spekulatif-relatif
|
Objek
material
|
Gejala alam-sebagian
|
Segala yang ada dan mungkin ada
|
Objek formal
|
Ingin tahu smapai batas gejala itu dapat diteliti
|
Ingin tahu sedalam-dalamnya
|
Ada beberapa teori kebenaran menurut
pandangan filsafat dalam bidang ontology, epistemology, dan aksiologi, yaitu:
1.
Ontology atau
sering diidentikkan dengan metafisika yang juga disebut Proto-filsafia atau
filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Di dalam pendidikan, pandangan
ontology menajdi focus utama karena peserta didik bergaul dengan lingkungannya
dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Peserta didik akan
selalu akan menghadapi realita, karena guru itu harus membimbing dan membina
potensi berpikir kritis peserta didik unutk memahami realita sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran.
2.
Epistemology,
yaitu pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti apakah
pengetahuan dan bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan. Setiap
pengetahuan manusia itu adalah hasil dari benda atau diperiksa, diselidiki dan
akhirnya diketahui. Epistemology membahas sumber, proses, syarat, batas
fasilitas dan hakikat penegtahuan yang memberikan jaminan bagi guru bahwa ia
memberikan kebenaran kapada peserta didiknya.
3.
Aksiologi,
yaitu nilai-nilai seperti baik, indah, bagus dan sebagainya. Aksilogi dapat
dibagi menjadi tiga bentuk, yakni tidakan moral, yang melahirkan etika,
ekspresi keindahan yang melahirkan estetika, dan kehidupan sosio-politik yang
melahirkan ilmu sosio-politik.
Setiap Negara tentu mempunyai
filsfat yang berbeda. Artinya, landsan filosofis dan tujuan pendidikannya juga
berbeda. Di Indonsia, landasan filosofis pengembangan sisitam pendidikan
nasional secara formal adalah Pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu:
1.
Ketuhanan Yang
Maha Esa.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3.
Persatuan
Indonesia.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai
pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai debngan
kajian filsafat, baik dari segi ontoloi, epistemology, dan aksiologi. Kelima
sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber
dalam merumuskan tujuan pendidikan dalam setiap tingkatan, memilih dan mengembangka
isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem
evaluasi.
Tujuan menjadi factor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak
hanya memberikan arah ke mana kurikulum harus dituju, melainkan juga sebagai
acuan dan gambaran dalam memilih, dan menentukan isi/materi, proses
pembelajaran, dan sisitem evaluasi.
Secara umum, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang
utuh, yaitu sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nila-nilai, tangguh dan mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna
bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan
kata lain, tujuan pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik
secara individual, kepentingan professional, dan kebutuhan social.
Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat tentang kelima sila
dalam Pancasila dalam perspektif ontology, epistemology, dan aksiologi sebagai
berikut:
1.
Ontology
a.
Ketuhanan Yang
Maha Esa
Sila
pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Melalui sila pertama ini
diharapkan setiap manusia beriman dan bertawqa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yaitu menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya,
menghormati antarpemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang
lain.
b.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Pendidikan
tidak membedakan usia, agama serta tingkat social budaya dalam menuntut ilmu.
Setiap manusia mempunyai kebebasab dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan
yang sama. manusia pancasila harus menjiwai, menghayati, dan mebgamalkan
nilai-nilai Pancasila sehingga mampu bersikap adil dan beradab dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Persatuan
Indonesia
Persatuan
merupakan kunci kemenangan. Melalui persatuan dan kesatuan yang kuat, rakyat
Indonesia dapat menikmati alam kemerdekaan. Kecintaan kita terhadap bangsa dan
Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus perbedaan suku,
agama, ras, warna kulit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan perpecahan
social. Sila ketiga ini tidak membatasi golongan untuk belajar. Artinya setiap
warga Negara berhak memperoleh pedidikan dan pengajaran.
d.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Dalam
politi, sila ini dapat menunjukkan demokrasi di mana hakikat kekuasaan ada di
tangan rakyat. Begitu juga dalam pendidikan. Jika pendidikan ingin maju, maka
pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain. Dalam filsafat pendidikan
hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga mengamanatkan
kebebasan utnuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan
demikian, untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan ide-ide cemerlang
dari orang lain.
e.
Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara
umum, tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur, baik secara materal maupun spiritual berdasarkana asas kekluargaan.
Dalam pendiidka, adil mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu,
dalam struktur kurikulum harus ada materi yang mengandung unsure agama,
pengetahuan umum, pengetahuan alam, pengetahuan social, teknologi, bahasa, dan
unsure-unsur lain yang relevan serta memang diperlukan bagi anak untuk
kehidupannya kelak. Dalam prises pembelajaran, guru tidak boleh membedakan
peserta didik, guru harus adil dalam memberikan nilai kepada peserta didik.
2.
Epistemology
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran
tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh dari akal atau
pancaindra dan dari idea tau Tuhan. Pancasla bersumber dari bangsa Indonesia
yang prosesnya melalui perjuangan
rakyat. Melalui Pancasila, kita dapat mengetahui apakah ilmu itu
diperoleh melalui rasio atau dating dari Tuhan.
b.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Pada
dasarnya manusia merupakan subjek yang potensial dan aktif, berkeesadaran, tahu
akan eksistensi diri dan dunia. Jika guru memiiki moral atau etika, tentu tidak
ada lagi guru yang melakukan kekerasan dan kesewenangan terhadap peserta didik
atau sesame guru lainnya. Komunikasi antara guru dan peserta didik akan
memperjelas bahan-bahan pelajaran, sehingga dapat menyamakan presepsi ayng
diperoleh dari berbagai sumber.
c. Persatuan Indonesia
Proses
terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau hasil
hubungannya dengan lingkungan. Hubungan yang baik antara potensi dasar dengan
lingkungan akan membentuk pengetahuan. Misalnya, sosiologi yang mempelajari
hubungan antar sesama manusia. Hubungan antarmanusia tersebut memerlukan suatu
landasan , yaitu Pancasila. Jadi, kita perlu mengetahui cirri-ciri masyarakat
dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
Manusia
diciptakan oleh Tuhansebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat
manusia dan harus bertindak dan bersikap secara bijak. Untuk menjadikan orang
yang bijak, maka peran pendidikan sangat besar, baik pendidikan formal, informal,
maupun nonformal. Guru adalah seorang pemimpin, maka ia harus belajar ilmu
keguruan agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara bijak.
e.
Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia
Adil
dapat diartikan seimbang, seperti seimbang antara “ilmu dunia” denagn “ilmu
akhirat”, seimbang antara “IPTEK” dengan “IMTAQ”. Untuk itu, diperlukan
pendidikan. Program pendidikan harus diupayakan untuk mengentaskan kemiskinan,
sehingga dikotomo “si kaya” dan “si miskin” dapat diperkecil atau jika mungkin
dihilangkan.
3.
Aksiologi
a.
Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Percaya
kepada Allahmerupakan nilai yang paling esensial dalam ajaran Islam. Setiap
kita melaksanakn praktik ibadah selalu menyebut anma Allah. Oleh sebab itu,
dalam kurikulum formal di Indonesia diberikan mata pelajaran Pendiidkan Agama
Islam.
b.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Setiap
peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran diperlakukan sama tanpa
dibeda-bedakan. Sekolah akan memberikan penghargaan kepada siapa saja dari
peserta didik yang berprestasi. Guru juga akan memberikan penghargaan kepada
peserta didiknya yang aktif, kreatif, dan produktif.
c.
Persatuan
Indonesia.
Negara
Indonesia adalah Negara Pancasila yang selalu mengajarkan kepada rakyatnya
nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Begitu juga peserta didik yang sedang
melakukan kegiatan belajar, ia harus menyatukan seluruh pikiran, fisik, dan
mentalnya, dan lain-lain sehingga bisa mencapai tujuan belajar yang
sesungguhnya.
d.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
Masyarakat
Indonesia sudah terbiasa dengan gotong royong dan melakukan musyawarah dalam
memecahkan suatu persoalan. Semua persoalan dimusyawarahkan secara bijak dan
penuh tanggung jawab, karena setiap tindakan dan ucapan akan
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
e.
Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila
ini mengandung nilai yang luas, antara
lain menghormati hak orang lain, suka member pertolongan, menghargai karya
orang lain, mewujudkan pembangunan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
pendidikan, maka nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan kepada peserta didik.
B.
LANDASAN
PSIKOLOGIS
Pengembangan kurikulum dipengaruhi
oleh kondisi psikologi individu yang terlibat di dalamnya, karena apa yang
ingin disampaikan menuntut peserta didik untuk emlakuka perbuatan belajar atau
sering disebut proses belajar.
Dalam proses pembelajaran juga
terjadi interaksi yang multiarah antara peserta didik denagn pendidik. Untuk
itu, paling tidak dalam pengembangan kurikulum diperlukan dua landasan
psikologi, yaitu psikologi belajar dan psikologi perkembangan.
1.
Psikologi
Belajar
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
peserta didik melakukan perbuatan belajar. Secara umu, belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku Karena interaksi individu dengan
lingkungan. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk pengetahuan, keterampilan,
sikap, atau nilai-nilai.
a.
Teori
Disiplin-Mental
Teori ini sering disebut juga teori daya. Asumsinya adalah setiap
manusia memiliki berbagai daya seperti daya melihat dan mengingat. Daya-daya
tersebut dapat dilatih sehingga dapat berfungsi atau digunakan untuk berbagai
bidang pengetahuan. Untuk itu perlu adanya transfer.
Menurut Morris L.
Bigge dan Maurice P. Hunt dalam Nana Sy. Sukmadinata (2005) ada bebrapa teori
yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu:
1.
Teori disiplin
mental theistic, yang berasal dari psikologi daya. Setiap anak memiliki
daya-daya yang dapat dilatih dan dikembangkan.
2.
Teori displin
mental humanistic, yang bersumber dari psikologi humanism klasik Plato dan
Aristoteles. Teori ini menekankan pada keseluruhan dan keutuhan melalui
pendidikan umum.
3.
Teori
naturalisme atau unfoldment atau self-actalization, yang bersumber dari psikologi
naturalism-romantik dengan tokoh Jean Jacques Rousseau. Anak memiliki kemauan
dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri.
4.
Apersepsi atau
Herbartisme, yang bersumber dari psikologi strukturalisme dengan tokoh Herbart.
Belajar adalah membentuk masa apersepsi yang akan digunakan untuk menguasai
pengetahuan selanjutnya.
Implikasinya adalah isi kurikulum
harus ada mata pelajaran yang dapat mengembangkan berbagai daya dalam jiwa
manusia. kurikulum disusun untuk semua peserta didik tanpa memperhatikan minat
dan kebutuhannya.
b.
Teori
Behaviorisme
Teori disebut juga S-R Conditoning yang terdiri atas tiga teori,
yaitu:
1.
Teori S-R Bond,
bersumber dari psikologi koneksionisme denagn tokoh utama Edward E. Thorndike.
Belajar adalah membentuk hubungan syimulus-respon. Menurut teori ini, ada tiga
hokum belajar, yaitu law of readiness, law of execise, and law
of effect.
2.
Teori
Conditioning dengan tokoh utama Watson. Hubungan stimulus dengan respons perlu
dibantu dengan kondisi tertentu.
3.
Teori
reinforcement dengan tokoh utama C.L. Hull yaitu kondisi diberikan pada
repsons, misalnya memberi nilai tinggi, pujian, atau hadiah.
Implikasinya adalah kurikulum harus mengandung mata pelajaran yang
berisi pengetahuan yang luas.
c.
Teori Gestalt
Teori ini disebut juga teori lapangan denga tokoh utamanya Kurt
Lewin. Asumsinya adalah keseluruhan lebih bermakna daripada bagia-bagian.
Prinsip belajar menurut teori gestalt antara lain: (a) bahan pelajaran
disajikan dalam bentuk masalah yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik,
(b) mengutamakn proses untuk memcahkan masalah, (c) belajar dimulai dari
keseluruhan menuju ke bagian-bagian, (d) belajar memrlukan insight, dan (e)
belajar memerlukan reorganisasi pengalaman yang kontinu.
Implikasinya
adalah kurikulum harus disusun secara keseluruhan (teori dan praktik) sehingga
memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan
insight atau pemahaman peserta didik.
2.
Psikologi
Perkembangan
Tujuan akhir pendiidkan adalah aar peserta didik menjadi
manusia-manusia terdidik. Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing,
dilatih, dan dididik.
Jean piaget mengemukakan perkembangan kognitif anak berlangsung
secara teratur dan berurutan. Anak dapat mencapai kematangan dan mapu berpikir
seperti orang dewasa apabila melalui tahap perkembangan sebagi berikut:
a.
Tahap sensori
motor (0,0 – 2,0 tahun), disebut juga tahap discriminating and labeling.
Kemampuan anak terbatas pada gerakan-gerakan reflex, bahasa awal, waktu
sekarang, dan ruang dekat saja.
b.
Tahap
praoperasional (2,0 – 7,0 tahun, disebut juga tahap prakonseptual atau masa
intuitif). Kemampuan anak menerima perangsang masih terbatas, perkembangan
bahasa sangat pesat, pemikirannya masih statis.
c.
Tahap operasi
konkret (7,0 – 11,0 tahun), disebut juga performing operation. Anak mulai
mengembangkan kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam memecahkan masalah.
d.
Tahap operasi
formal (11,0 – 15,0 tahun), disebut juga tahap proporsional thinking. Anak
mulai menggunakan pola berpikir orang dewasa, berpikir analitis-sintetis, sertamemcahkan
berbagai masalah.
Tiap
anak mempunyai tempo perkembangan sendiri. Tempo perkembangan adalah
lambat-cepatnya perkembangan seorang anak untuk suatu aspek perkembangan
tertentu jika dibandingkan dengan anak lain yang sama umurnya. Sehubungan
dengan tempo perkembangan anak, maka setiappendidik bertugas untuk: (a)
mempelajari pekembangan anak didik agar dapat memberikan metode belajar yang
sesuai dengan kemampuannya, (b) mempersiapkan kegiatan belajar sehingga tingkat
kesiapan siswa hamper sama, (c) mempercepat perkembangan yang lambat, misalnya
dengan memberikan tugas atau pelajaran tambahan.[1]
[1] Drs. Zainal
Arifin, M.Pd., Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm. 47-65