Selasa, 26 Maret 2013

Landasan Pengembangan Kurikulum: Landasan Filosofis dan Landasan Psikologi


LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.    LANDASAN FILOSOFIS
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu philosophia (philore = cinta, senang, suka, dan shopia= kebaiikan atau kebenaran). Menurut asal katanya, filsafat berarti cinta akan kebenaran. Orang yang berfilsafat adalah orang yang senang akan kebenaran. Orang yang ahli dalam berfilsafat disebut philosopher (Inggris), failasuf (Arab), dan filsuf (Indonesia). Dengan demikian, filsuf adalah orang yang cinta akan kebenaran, berusaha untuk mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Filsuf juga mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara sebab dan akibat serta melakukan penafsiaran atas pengalaman-pengalaman manusia. Berpikir filsafat berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekadar pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hokum-hukum yang ada. Logis berarti proses berpikir filsafat menggunakan logika dengan sedalam-dalamnya. Radikal (radic = akar) berarti berpikir sampai ke akar-akarnya.
Meskipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatif. Artinya, kebenaran itu selalau mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. kebenaran itu dianggap benar jikan sesuai dengan ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat belum tentu dianggap benar oleh masyarakat lain meskipun dalam kurun waktu yang sama. Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang bergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Menurut Plato dan Aristoteles, pernyataan yang dianggap benar itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Artinya, kebenaran berfungsi sebagai ukuran antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Jika cocok berarti benar, dan jika tidak cocok berarti tidak diterima sebagai kebenaran.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yanh timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia.jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis, dna radikal. Jawaban itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Adapun filsafat yang khusus digunakan atau diterapkan dalam bidang pendidikan disebut filsafat pendidikan.
Menururt John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia. Dengan demikian, objek pendidikan yang paling utama adalah manusia. objek filsafat juga adalah manusia. Persamaan objek ini menimbulkan pemikran dan disiplin ilmu yang baru yaitu filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan.
Filsafat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tentang pendidikan. Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luaas, maka filsafat pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Para ahli filsafat membagi ruang lingkup filsafat berbeda-beda. Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat luas, segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar nyata (terlihat), baik material konkret maupun nonmaterial abstrak (tak terlihat). Jadi objek filsafat itu tidak terbatas.
Will Durant dan Hamdani ali (1990) membagi ruang lingkup filsafat sebagai berikut:
1.      Logika, yaitu studi tentang metode-metode ideal mengenai berpikir (thinking) dan meneliti (research) dalam melakukan observasi, introspeksi, deduksi dan induksi, hipotesis dan analisis, dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas amnesia melalui upaya logika agar bias dipahami.
2.      Estetika, yaitu studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat mengenai kesenian.
3.      Etika, yaitu studi tentang tingkah laku nyang terpuji dan dianggap sebagai ilmu pengertahuan yang nilainya tinggi (sophisticated). Soctrates mengatakan etika sebagi pengetahuan tentang baik, buruk, jahat, dan kebijaksaan hidup.
4.      Politik, yaitu studi tentang organisasi social uatama, seperti monarko, aristokrasi, demokrasi, sosialisme, markisme, sebagai ekspresi actual filsafat politik.
5.      Metafisika, yaitu studi realita tertinggi dari hakikat semua benda, nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia. metafisika juga mempelajari antara pikiran seseoarng dan benda di dalamproses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi).
Secara umum, ruang lingkup filsafat adalah semua permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya. Hal ini juga merupakan objek filsafat pendidikan. Sedangkan khusus, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
a.       Hakikat pendidikan.
b.      Hakikat manusia.
c.       Hubungan antara filsafat, manusia, pendidikan, agama dan kebudayaan.
d.      Hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,dan teori pendidikan.
e.       Hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan, dan sistem pendidikan.
f.       Sistem nilai-norma atau moral pendidikan yang merupakan tujaun pendidikan.
Dengan demikian, ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua upaya amnesia untuk memahami hakikat pendidikan, bagaimana melaksanakan pendidikan, dan bagaimana upaya mencapai tujuan pendidikan.
Ilmu dan filsafat mrupakan dua hal yang berbeda, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat, saling mengisi, dan saling melengkapi. Tabel di bawah ini akan memperjelas bagaimana perbedaan antara ilmu dan filsafat.

Aspek-aspek
Ilmu
Filsafat
Tujuan
Mengetahui sebab akibat
Komprehensif dan ideal
Pendekatan
Deskriptif-analitik
Tidak terikat ruang dan waktu
Sifat kajian
-       objektif

-   apa yang terjadi
-       subjektif

-   apa yang seharusnya terjadi


Kebenaran
Positif
Spekulatif-relatif
Objek material
Gejala alam-sebagian
Segala yang ada dan mungkin ada
Objek formal
Ingin tahu smapai batas gejala itu dapat diteliti
Ingin tahu sedalam-dalamnya

Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontology, epistemology, dan aksiologi, yaitu:
1.      Ontology atau sering diidentikkan dengan metafisika yang juga disebut Proto-filsafia atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Di dalam pendidikan, pandangan ontology menajdi focus utama karena peserta didik bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Peserta didik akan selalu akan menghadapi realita, karena guru itu harus membimbing dan membina potensi berpikir kritis peserta didik unutk memahami realita sebagai  stimulus untuk menyelami kebenaran.
2.      Epistemology, yaitu pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti apakah pengetahuan dan bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan. Setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari benda atau diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui. Epistemology membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat penegtahuan yang memberikan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kapada peserta didiknya.
3.      Aksiologi, yaitu nilai-nilai seperti baik, indah, bagus dan sebagainya. Aksilogi dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yakni tidakan moral, yang melahirkan etika, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika, dan kehidupan sosio-politik yang melahirkan ilmu sosio-politik.
Setiap Negara tentu mempunyai filsfat yang berbeda. Artinya, landsan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonsia, landasan filosofis pengembangan sisitam pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Persatuan Indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai debngan kajian filsafat, baik dari segi ontoloi, epistemology, dan aksiologi. Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan dalam setiap tingkatan, memilih dan mengembangka isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi factor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah ke mana kurikulum harus dituju, melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih, dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sisitem evaluasi.
Secara umum, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nila-nilai, tangguh dan mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik secara individual, kepentingan professional, dan kebutuhan social.
Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat tentang kelima sila dalam Pancasila dalam perspektif ontology, epistemology, dan aksiologi sebagai berikut:
1.      Ontology
a.       Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Melalui sila pertama ini diharapkan setiap manusia beriman dan bertawqa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, menghormati antarpemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain.
b.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
Pendidikan tidak membedakan usia, agama serta tingkat social budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasab dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan yang sama. manusia pancasila harus menjiwai, menghayati, dan mebgamalkan nilai-nilai Pancasila sehingga mampu bersikap adil dan beradab dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.       Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Melalui persatuan dan kesatuan yang kuat, rakyat Indonesia dapat menikmati alam kemerdekaan. Kecintaan kita terhadap bangsa dan Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus perbedaan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan perpecahan social. Sila ketiga ini tidak membatasi golongan untuk belajar. Artinya setiap warga Negara berhak memperoleh pedidikan dan pengajaran.
d.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Dalam politi, sila ini dapat menunjukkan demokrasi di mana hakikat kekuasaan ada di tangan rakyat. Begitu juga dalam pendidikan. Jika pendidikan ingin maju, maka pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain. Dalam filsafat pendidikan hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga mengamanatkan kebebasan utnuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan ide-ide cemerlang dari orang lain.
e.       Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara umum, tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah  untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, baik secara materal maupun spiritual berdasarkana asas kekluargaan. Dalam pendiidka, adil mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu, dalam struktur kurikulum harus ada materi yang mengandung unsure agama, pengetahuan umum, pengetahuan alam, pengetahuan social, teknologi, bahasa, dan unsure-unsur lain yang relevan serta memang diperlukan bagi anak untuk kehidupannya kelak. Dalam prises pembelajaran, guru tidak boleh membedakan peserta didik, guru harus adil dalam memberikan nilai kepada peserta didik.
2.      Epistemology
a.       Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh dari akal atau pancaindra dan dari idea tau Tuhan. Pancasla bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan  rakyat. Melalui Pancasila, kita dapat mengetahui apakah ilmu itu diperoleh melalui rasio atau dating dari Tuhan.
b.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
Pada dasarnya manusia merupakan subjek yang potensial dan aktif, berkeesadaran, tahu akan eksistensi diri dan dunia. Jika guru memiiki moral atau etika, tentu tidak ada lagi guru yang melakukan kekerasan dan kesewenangan terhadap peserta didik atau sesame guru lainnya. Komunikasi antara guru dan peserta didik akan memperjelas bahan-bahan pelajaran, sehingga dapat menyamakan presepsi ayng diperoleh dari berbagai sumber.
c.       Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau hasil hubungannya dengan lingkungan. Hubungan yang baik antara potensi dasar dengan lingkungan akan membentuk pengetahuan. Misalnya, sosiologi yang mempelajari hubungan antar sesama manusia. Hubungan antarmanusia tersebut memerlukan suatu landasan , yaitu Pancasila. Jadi, kita perlu mengetahui cirri-ciri masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
Manusia diciptakan oleh Tuhansebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia dan harus bertindak dan bersikap secara bijak. Untuk menjadikan orang yang bijak, maka peran pendidikan sangat besar, baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Guru adalah seorang pemimpin, maka ia harus belajar ilmu keguruan agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara bijak.   
e.       Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Adil dapat diartikan seimbang, seperti seimbang antara “ilmu dunia” denagn “ilmu akhirat”, seimbang antara “IPTEK” dengan “IMTAQ”. Untuk itu, diperlukan pendidikan. Program pendidikan harus diupayakan untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga dikotomo “si kaya” dan “si miskin” dapat diperkecil atau jika mungkin dihilangkan.
3.      Aksiologi
a.       Ketuhanan Yang Maha Esa.
Percaya kepada Allahmerupakan nilai yang paling esensial dalam ajaran Islam. Setiap kita melaksanakn praktik ibadah selalu menyebut anma Allah. Oleh sebab itu, dalam kurikulum formal di Indonesia diberikan mata pelajaran Pendiidkan Agama Islam.
b.      Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Setiap peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran diperlakukan sama tanpa dibeda-bedakan. Sekolah akan memberikan penghargaan kepada siapa saja dari peserta didik yang berprestasi. Guru juga akan memberikan penghargaan kepada peserta didiknya yang aktif, kreatif, dan produktif.
c.       Persatuan Indonesia.
Negara Indonesia adalah Negara Pancasila yang selalu mengajarkan kepada rakyatnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Begitu juga peserta didik yang sedang melakukan kegiatan belajar, ia harus menyatukan seluruh pikiran, fisik, dan mentalnya, dan lain-lain sehingga bisa mencapai tujuan belajar yang sesungguhnya.
d.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan.
Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan gotong royong dan melakukan musyawarah dalam memecahkan suatu persoalan. Semua persoalan dimusyawarahkan secara bijak dan penuh tanggung jawab, karena setiap tindakan dan ucapan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
e.       Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ini mengandung nilai  yang luas, antara lain menghormati hak orang lain, suka member pertolongan, menghargai karya orang lain, mewujudkan pembangunan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan pendidikan, maka nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan kepada peserta didik.

B.     LANDASAN PSIKOLOGIS
Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh kondisi psikologi individu yang terlibat di dalamnya, karena apa yang ingin disampaikan menuntut peserta didik untuk emlakuka perbuatan belajar atau sering disebut proses belajar.
Dalam proses pembelajaran juga terjadi interaksi yang multiarah antara peserta didik denagn pendidik. Untuk itu, paling tidak dalam pengembangan kurikulum diperlukan dua landasan psikologi, yaitu psikologi belajar dan psikologi perkembangan.
1.      Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana peserta didik melakukan perbuatan belajar. Secara umu, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku Karena interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, atau nilai-nilai.
a.       Teori Disiplin-Mental
Teori ini sering disebut juga teori daya. Asumsinya adalah setiap manusia memiliki berbagai daya seperti daya melihat dan mengingat. Daya-daya tersebut dapat dilatih sehingga dapat berfungsi atau digunakan untuk berbagai bidang pengetahuan. Untuk itu perlu adanya transfer.
Menurut Morris  L. Bigge dan Maurice P. Hunt dalam Nana Sy. Sukmadinata (2005) ada bebrapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu:
1.      Teori disiplin mental theistic, yang berasal dari psikologi daya. Setiap anak memiliki daya-daya yang dapat dilatih dan dikembangkan.
2.      Teori displin mental humanistic, yang bersumber dari psikologi humanism klasik Plato dan Aristoteles. Teori ini menekankan pada keseluruhan dan keutuhan melalui pendidikan umum.
3.      Teori naturalisme atau unfoldment atau self-actalization, yang bersumber dari psikologi naturalism-romantik dengan tokoh Jean Jacques Rousseau. Anak memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri.
4.      Apersepsi atau Herbartisme, yang bersumber dari psikologi strukturalisme dengan tokoh Herbart. Belajar adalah membentuk masa apersepsi yang akan digunakan untuk menguasai pengetahuan selanjutnya.
Implikasinya adalah isi kurikulum harus ada mata pelajaran yang dapat mengembangkan berbagai daya dalam jiwa manusia. kurikulum disusun untuk semua peserta didik tanpa memperhatikan minat dan kebutuhannya.
b.      Teori Behaviorisme
Teori disebut juga S-R Conditoning yang terdiri atas tiga teori, yaitu:
1.      Teori S-R Bond, bersumber dari psikologi koneksionisme denagn tokoh utama Edward E. Thorndike. Belajar adalah membentuk hubungan syimulus-respon. Menurut teori ini, ada tiga hokum belajar, yaitu law of readiness, law of execise, and law of effect.
2.      Teori Conditioning dengan tokoh utama Watson. Hubungan stimulus dengan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu.
3.      Teori reinforcement dengan tokoh utama C.L. Hull yaitu kondisi diberikan pada repsons, misalnya memberi nilai tinggi, pujian, atau hadiah.
Implikasinya adalah kurikulum harus mengandung mata pelajaran yang berisi pengetahuan yang luas.
c.       Teori Gestalt
Teori ini disebut juga teori lapangan denga tokoh utamanya Kurt Lewin. Asumsinya adalah keseluruhan lebih bermakna daripada bagia-bagian. Prinsip belajar menurut teori gestalt antara lain: (a) bahan pelajaran disajikan dalam bentuk masalah yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, (b) mengutamakn proses untuk memcahkan masalah, (c) belajar dimulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, (d) belajar memrlukan insight, dan (e) belajar memerlukan reorganisasi pengalaman yang kontinu.
Implikasinya adalah kurikulum harus disusun secara keseluruhan (teori dan praktik) sehingga memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan insight atau pemahaman peserta didik.
2.      Psikologi Perkembangan
Tujuan akhir pendiidkan adalah aar peserta didik menjadi manusia-manusia terdidik. Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing, dilatih, dan dididik.
Jean piaget mengemukakan perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan berurutan. Anak dapat mencapai kematangan dan mapu berpikir seperti orang dewasa apabila melalui tahap perkembangan sebagi berikut:
a.       Tahap sensori motor (0,0 – 2,0 tahun), disebut juga tahap discriminating and labeling. Kemampuan anak terbatas pada gerakan-gerakan reflex, bahasa awal, waktu sekarang, dan ruang dekat saja.
b.      Tahap praoperasional (2,0 – 7,0 tahun, disebut juga tahap prakonseptual atau masa intuitif). Kemampuan anak menerima perangsang masih terbatas, perkembangan bahasa sangat pesat, pemikirannya masih statis.
c.       Tahap operasi konkret (7,0 – 11,0 tahun), disebut juga performing operation. Anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam memecahkan masalah.
d.      Tahap operasi formal (11,0 – 15,0 tahun), disebut juga tahap proporsional thinking. Anak mulai menggunakan pola berpikir orang dewasa, berpikir analitis-sintetis, sertamemcahkan berbagai masalah.
Tiap anak mempunyai tempo perkembangan sendiri. Tempo perkembangan adalah lambat-cepatnya perkembangan seorang anak untuk suatu aspek perkembangan tertentu jika dibandingkan dengan anak lain yang sama umurnya. Sehubungan dengan tempo perkembangan anak, maka setiappendidik bertugas untuk: (a) mempelajari pekembangan anak didik agar dapat memberikan metode belajar yang sesuai dengan kemampuannya, (b) mempersiapkan kegiatan belajar sehingga tingkat kesiapan siswa hamper sama, (c) mempercepat perkembangan yang lambat, misalnya dengan memberikan tugas atau pelajaran tambahan.[1]
                                         






[1] Drs. Zainal Arifin, M.Pd., Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm. 47-65